This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Selasa, 03 Februari 2009

Artikelku


EFEKTIFITAS PIDANA PENJARA
DALAM UPAYA UNTUK MENANGGULANGI KEJAHATAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU KEJAHATAN

Oleh : Elfa Murdiana,SH,M.Hum

I. LATAR BELAKANG

Seorang anak merupakan harapan dan dambaan bagi setiap orang tua, karena anak merupakan bagian dari generasi muda yang merupakan salah satu sumber daya manusia yang berpotensi yang akan menjadi penerus cita-cita perjuangan bangsa dimana anak juga memiliki peranan strategis dalam memajukan bangsa ini untuk itu mereka memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan social secara utuh serasi dan seimbang (Hadi Setia Tunggal, 1997: 1)

Terkait dengan hal diatas dalam mukaddimah deklarasi hak-hak anak pada alenia 3 ,disebutkan : “ where as the child by reason if his physical and mental immaturity, needs special safeguards and care, incluiding appropriate legal protection, before as well as after birth” dari pernyataan tersebut terkandung makna bahwa karena alasan fisik dan mental yang belum matang dan dewasa, maka anak-anak membutuhkan perlindungan dan serta perawatan khusus termasuk perlindungan hukum sebelum maupun sesudah mereka dilahirkan(madhe sadhi astute, 1997: 2) dari pernyataan tersebut tercermin bahwa setiap orang wajib memberikan yang terbaik bagi anaknya (Mulyanah W Kusumah, 1986 : 63)

Perlindungan terhadap hak-hak anak secara umum mencakup pula didalamnya perlindungan hak-hak anak bermasalah baik secara fisik, mental maupun prilaku anak yang menyimpang / deviant atau prilaku yang mengarah pada tindak kriminal, dan berbicara masalah hak naka yang bermasalah hal ini sering dikaitkan dengan masalah prilaku anak yang dalam kadar tertentu berbentuk prilaku yang menyimpang atau prilaku yang mengarah pada terjadinya tindak kriminal beserta latar belakangnya termasuk usaha-usaha penanggulangan terhadap prilaku tersebut.

Didalam usaha untuk menanggulangi kejahatan pada umumnya terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan salah satunya adalah melalui upaya penal yakni dengan menggunakan sarana hukum pidana yang umumnya terdapat dalam pasal 10 KUHP yang salah satunya adalah pidana penjara. Begitu pula terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana kejahatan dimana penjatuhan pidana penjara terhadap anak merupakan salah satu penerapan dari jenis pidana yang dikenal dalam hukum pidana kita, yang dilakukan dalam upaya untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi.

Dalam sejarah perkembangan penjatuhan pidana penjara terhadap anak sebagai pelaku kejahatan dalam hukum pidana,sangat terkait dengan nilai budaya yang hidup dan berkembang pada suatu waktu.seperti halnya dengan adanya pandangan terhadap batas usia minimal anak untuk dapat dipertanggung jawabkan dalam hukum. hal ini menunjukkan adanya anggapan dasar yang humanities dan merupakan wawasan filosofis dari suatu masysarakat..

Menurut H.L Packer bahwa usaha pengendalian perbuatan anti social dengan pengenaan hukum pidana, merupakan problem social yang mamiliki dimensi hukum yang penting. (Barda Nawawi A, 1996: 17) artinya , sampai saat ini masih dipersoalkan peranannya karena dengan mengandalkan pemberian pidana tidak akan dapat menumbuhkan suatu kesadaran yang tumbuh dalam diri seseorang, justru dengan pidana efek yang timbul hanyalah perasaan takut saja akan hukuman yang akan dijatuhkan. Maka terkait dengan hal tersebut menarik rasanya untuk dikaji mengenai seberapa besar efektifitas penjatuhan pidana penjara terhadap anak dalam upaya untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi.


II. PERMASALAHAN

Dari pokok pemikiran yang telah dikemukakan diatas, terdapat beberapa persoalan mendasar terkait dengan efektifitas penjatuhan pidana penjara terhadap anak dalam upaya untuk menanggulangi kejhatan yang terjadi, dimana hal ini terkait pula dengan peranan hakim dalam penjatuhan pidana terhadap anak untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak, maka terkait dengan permaslahan tersebut akan diangkat beberapa permasalahan yang akan dibahas diantaranya:
1. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana penjara terhadap anak ?
2. Seberapa besar efektifitas penjatuhan pidana penjara terhadap anak dalam upaya untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi?


III. PEMBAHASAN

Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Penjara terhadap anak
Tindak pidana anak merupakan tindak pidana yang khas apabila dibandingkan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa pada umumnya menginagt sifat-sifat emosional anak masih belum stabil serta masih belum dapat membedakan perbuatan mana yang baik dan yang buruk oleh karena itu perlu ditangani secara khusus dalam rangka memberikan perlindungan dan kesejahteraan anak

Salah satu aspek yang terkait dalam peranan hakim dalam peradilan pidana adalah terkait dengan jenis-jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak , untuk itu hakim dlam memutus perkara pidana anak perlu mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakanginya termasuh masa lalu sianak, sehingga dalam hal ini hakim harus benar-benar bijaksana dalam bertindak untuk itu dibutuhkan pengetahuan yang luas dan mendalam bagi seorang hakim agar putusan yang dijatuhkan dapat mecerminkan keadilan, terhindar dari kesewenang-wenangan dan sesuai dengan kebutuhan anak (Pidato Pengukhan Guru besar Madhe Sadhi Astuti, 1998: 4)

Hakim dalam memutus perkara pidana anak selain harus memperhatikan aspek-aspek yuridis juga harus memperhatikan aspek non yuridis sebagai bahan pertimbangan hakim dalam pembuatan suatu keputusan khususnya yang berhubungan dengan pertanggungjawaban pidana, jenis pidana dan berat ringannya pidana yang dijatuhkan terhadap anak. Adapun aspek-aspek non yuridis tersebut antara lain adalah aspek sosiologis, psikologis , kriminologis dimana ketiga aspek tersebut merupakan aspek yang saling terkait yang membantu hakim untuk menganalisa secara obyektif dan realistis (Op.cit: 2003: 43) sehingga pemahaman mengenai aspek-aspek non yuridis dalam hubungan dengan tindak pidana anak disamping sangat relevan, juga menjadi penting bagi seorang hakim ketika ia menangani perkara tentang pidana anak, sehingga putusannya akan menjadi lebih adil dan tepat.

Aspek sosiologis berguna untuk mengkaji latar belakang social mengapa seorang anak melakukan suatu tindak pidana, aspek psikologis berguna untuk mengkaji kondisi psikologis anak pada saat anak melakukan suatu tindak pidana dan setelah menjlani pidana sedangkan aspek kriminologi diperlukan untuk mengkaji sebab-sebab seorang anak melakukan tindak pidana dan bagaimana sikap serta prilaku anak yang melakukan tindak pidana, dengan demikian hakim diharapkan dapat memberikan putusan yang adil sesuai dengan kebutuhn anak(Op.cit: 2003:47)

Terkait dengan penjatuhan pidana oleh hakim maka hakim hendaknya harus memperhatikan beberapa aspek yakni :
- Melindungi masyarakat dari perbuatan yang merugiakn dengan menyelidiki secara teliti apakah sutu perbuatn betul-betul merupakan suatu tindak pidana dan merugikan
- Melindungi dan memperhatikan hak-hak terdakwah dan menginsyafkan dari perbuatan yang keliru.(Moeljatno, 1995:32-33)
Begitu pula terhadap anak, tentunya hakim juga hendaknya harus memperhatikan hal-hal tersebut diatas

Adapun Jenis-jenis pidan pokok yang dapat dijatuhkan pada Anak Nakal sebagaimana diatur dalam pasal 23 (2), yaitu (a) pidan penjara,(b) pidana kurungan, (c) pidana denda, dan (d) pidana pengawasan. Sedangkan pidana tambahan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal diatur dalam pasal 2 nya yaitu (a) perampasan barang-barang tertentu, (b) Pembayaran ganti rugi.

Dewasa ini dibeberapa negara maju seperti amerika , masalah pemidanaan terhadap anak lebih banyak menggunakan lembaga probation (percobaan) yang dpat diterpkan pada tingkat pemeriksaan dikepolisian juga ditingkat pengadilan dengan tujuan agar pembinaan anak dapat dilakukan dengan pengawasan tanpa memisahkan anak dengan keluarga dan masyarakat.

Di Indonesia, dengan diberlakukannya UU No. 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak , telah membawa perubahan baru terakait dengan pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak sebagai pelaku kejahatan sehingga ketentuan didalam pasal 10, pasal 45, 46 dan 47 KUHP tidak lagi digunakan untuk anak.

Untuk memberikan jenis pidana yang sesuai bagi anak maka hendaknya hakim harus memperhatikan beberapa hal yaitu:

- Keadaan dan berat ringannya tindak pidana yang dilakukan
- Keadaan dan kebutuhan fisik serta kejiwaan anak
- Keadaan dan kebutuhan masyarakat

Pidana penjara merupakan bagian dari penegakan hukum pidana terhadap anak sebagai konsekwensi atas tindak pidana yang dilakukan dan dalam penjatuhan putusan pidana penjara sepenuhnya menjadi kewenangan hakim . adapun yang menjadi dasar-dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana penjara terhadap anak adalah :

- Anak tersebut melakukan tindak pidana lebih dari satu kali
- Anak tersebut melakukan suatu tindak pidana yang tergolong dalam kejahatan berat
- Dipandang bahwa nak tersebut sudah tidak dapat diperbaiki lagi dengan upaya lainnya
- Anak tersebut membahayakan masyarakat (Madhe Sadhi Asturti, Op.Cit : 117)

Dewasa ini penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan tetap menjadi posisi sentral dalam stelsel sanksi pidana, sekalipun telah diadakan usaha-usaha pembaharuan dan perbaikan baik yang bersifat praktis maupun teoritis untuk mengurangi daya laku dari pidana perampasan kemerdekaan namun dalam praktik dilapangan, kebanyakan hakim cenderung untuk menjatuhkan pidana penjara terhadap anak walaupun anak tersebut baru pertama kalinya melakukan tindak pidana dimana hal tersebut dipandang sebagai usaha untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi.

Alf Ross dalam concept of punishment juga berpendapat bahwa “ Punishment suffering upon the person , upon whom it si imposed. The punishment is an exspression of disapproval of the action for which it is imposed “(Alf Ross: 1975: 68) pemikiran tersebut mengatakan mengenai pentingnya pidana penjara dengan asumsi bahwa sesungguhnya pidana penjara hanyalah ditujukan pada pengenaan penderitaan terhadap yang bersangkutan dan sebagai pernyataan pencelaan terhadap perbuatan sipelaku.

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Malang bahwa hakin dalam menjatuhkan poidana terhadap anak yang melakukan kejahatan cenderung dengan menjatuhkan pidana penjara, dimana dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana penjara terhadap anak tersebut dikarenakan alasan-alasan sebagai berikut:

- Orang tua dipandang tidak mampu untuk membimbing, mendidik
- Anak tersebut tidak memiliki keluarga sehingga tidak ada yang membimbing dan membiayai hidupnya
- Lingkungan keluarga anak kurang atau tidak baik
- Ekonomi orang tua yang masih kurang mampu bahkan tidak mampu
- Tindak pidana yang dilakukan oleh anak cukup meresahkan masyarakat

Efektifitas Pidana Penjara Terhadap Anak Dalam Upaya Menanggulangi Kejahatan yang Terjadi.
Awalnya penjatuhan pidana terhadap anak didasarkan pada suatu pemikiran bahwa anak yang berusia antara 10 sampai dengan 12 tahun dianggap tidak mampu untuk dipertanggung jawabkan sedangkan pada anak yang berusia 10-16 tahun dipandang mampu untuk bertanggung jawab dimana hal tersebut diukur dari apakah anak tersebut telah mampu menilai dan menyadari akan perbuatannya dan apakah anak tersebut dapat menentukan kehendak pada diri mereka tentang adanya suatu pengetahuan yang tepat mengenai baik dan buruk, benar dan salah serta tentang yang hak dan melawan hak( Op.cit , 2003 : 37 ) namun pada perkembangannya kreteria tersebut ditinggalkan.

Seiring perkembangan dan perubahan yang terjadi kondisi cultural dan kaidah hukum yang berlaku dalam suatu masyarakatpun ikut mengalami perkembangan yang diikuti dengan perubahan-perubahan kearah pembaharuan secara meluas sehingga menjadi suatu asas yang dianut manakala perubahan tersebut dianggap sebagai suatu kaidah yang berlaku dan memberikan manfaat bagi kehidupan manusia (lili Rasidi, 1988:3) begitu pula terhadap penjatuhan pidana yang diberikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dewasa ini didalamnya terdapat perlunakan dalam penjatuhan pidana penjara yang mana penerapan pidana penjara seumur hidup dan pidana mati terhadap anak sudah tidak diberlakukan lagi.

Dalam perkembangan hukum pidana khususnya terkait dengan penjatuhan pidana terhadap anak hendaklah memiliki landasan Doelmatigheid (kegunaan) dan Rechmatigheid (landasan hukumnya) sehingga perlu mendapatkan tempat yang layak agar dapat memenuhi tuntutan rasa keadilan masyarakat sekalipun masih dalam upaya kerja keras baik dari pemerintah, kalangan akademisi, oprganisasi masyarakat maupun tokoh masyarakat untuk menemukan solusi terbaik tanpa mengabaikan kebijakan dan keputusan-keputusan kongres internasional yang ada.

Kita ketahui bahwa pidana penjara dan kurungan merupakan bentuk pidana perampasan kemerdekaan dimana pidana penjara ini merupakan pidana utama diantara pidana-pidana yang lainnya, Namun dalam prakteknya ternyata hakim lebih cenderung untuk menjatuhkan pidana penjra terhadap anak yang terbukti bersalah .

Dalam jurnal Crime and Delliquency , terkait dengan penjatuhan pidana penjara terhadap anak , Pama L, Griset mengatakan bahwa perlu adanya pembaharuan dalam penjatuhan pidana terhadap anak sebagai pelaku kejahatan. Karena menurut Frank E Hartung dalam individual rights and the rehabilitative ideal bahwa penahanan pada suatu rumah pada seorang anak sebagai pelaku tindak pidana akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan jiwa sianak selain itu pula hal tersebut dapat memberikan stigma buruk terhadap anak (Frank E H : 25).

Menurut Speiser bahwa pemberian hukuman terhadap anak hendaknya dijadikan sarana untuk merehabilitasi anak nakal tersebut dan melindunginya dari stigma buruk terhadapnya untuk itu negara harus tampil sebagai pelindung dan teman bagi sang anak bukannya sebagai pelaksana pembalasan masyarakat yang marah atas perbuatan jahat yang dilakukan oleh sianak (Op.Cit : 26).

Penjatuhan pidana penjara menimbulkan dampak negatif dan kerugian khususnya terhadap terpidana anak, Adapun dampak dari penjatuhan pidana perampasan kemerdekaan diantaranya adalah:

- Anak akan akan terpisah dari keluarganya sehingga akan berdampak pada gangguan terhadap gangguan hubungan keluarga seperti terlalu singkatnya dalam memberikan pendidikan, pengarahan, bimbingan yang positif dari orang tua terhadap terpidana anak
- anak menjadi lebih ahli tentang kejahatan, hal ini dikarenakan adanya pengaruh yang didapat dari terpidana lainnya dimana hal ini membuka kemungkinan bagi terpidana untuk mempelajari prilaku kriminal terpidana yang lainnya sehingga anak akan menjadi lebih ahli tentang kejahatan
- anak tersebut diberi cap oleh masyarakat , hal ini dapat kita kaitkan dengan teori labeling yang dikemukakan oleh Matza dimana memandang para kriminal bukanlah sebagai orang yang bersifat jahat tetapi mereka adalah individu-individu yang sebelumnya pernah berstatus jahat sebagai pemberian system peradilan pidana maupun masyarakat luas.(Topo Santoso, Eva Achjani, 2003:98)
- masyarakat menolak kehadiran mantan terpidana anak, terkait dengan stigma yang diberikan masyarakat dimana anak yang pernah menjalani hukuman penjara maka anak tersebut tetap disebut sebagai anak yang nakal dan memiliki peringai buruk sehingga masyarakat menolak kehadirannya sebab masyarakat khawatir kalau anak tersebut akan mengulangi kejahatan sama dan akan memberikan pelajaran yang tidak baik terhadap anak-anak yang lain , padahal belum tentu demikian adanya.
- masa depan anak menjadi lebih suram (Op. cit: 1997: 131)
Dan Pada kenyatannya anak yang telah dijatuhi pidana penjara mereka justru tidak menjadi lebih baik dari sebelumnya tetapi justru akan melakukan kembali tindak pidana, maka dari sini dapat dikatakan bahwa ternyata penjatuhan pidana penjara tidaklah efektif dalam upaya menanggulangi kejahatan yang terjadi tetapi justru menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi anak. Begitu pula halnya yang terjadi di pengadilan negeri malang, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa hakim cenderung untuk memberikan pidana penjara terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dan menurut informasi yang diperoleh bahwa pada kenyataannya kebanyakan dari anak yang dijatuhi pidana penjara oeleh hakim , setelah keluar dari penjara justru akan mengulanginya kembali baik dalam tindak pidana yang sama maupun berbeda.

Melihat begitu besarnya kerugian dan dampak negatif yang ditimbulkan, maka hendaklah dicari dan dirumuskan alternatif- alternatif dari pidana penjara terhadap anak sebagai pelaku kejahatan misalnya dengan memberikn pembinaan yang bersifat noninstitusional seperti : pidana pembinaan, pengawasan, denda, kerja social dan ganti kerugian, seperti halnya yang disebutkan dalam The Beijing Rules pada Rule 18 mengenai macam-macam tindakan yang dapat dijatuhkan pada terpidana anak adalah;

- pidana pengawasaan
- pengawasan (Probation),
- kerja social (Community Service order),
- pidana denda atau ganti rugi (Compensation, restitution),
- perawatan lanjutan dan perintah perawatan lainnya (intermediete treatment and other treatment orders),
- berpartisipasi dalam kegiatan kelompok konseling dan kegiatan lain serupa (orders to participate in group concelling and smiliar activities),
- membantu perkembangan dalam masyarakat atau dalam lingkungan yang mendidik (orders concerning foster care, living communication or other educational setting),
- tindakan-tindakan lain yang relevan (other relevant orders).

IV. PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian diataas maka dapat ditarik beberapa kesimpilan terkait dengnan permasalahan yang dikaji diantaranya:
1. Bahwa yang menjadi dasar-dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana penjara terhadap anak adalah :
- Anak tersebut melakukan tindak pidana lebih dari satu kali
- Anak tersebut melakukan suatu tindak pidana yang tergolong dalam kejahatan berat
- Dipandang bahwa anak tersebut sudah tidak dapat diperbaiki lagi dengan upaya lainnya
- Anak tersebut membahayakan masyarakat
2. Bahwa penjatuhan pidana penjara terhadap anak menimbulkan dampak negatif dan kerugian khususnya terhadap terpidana anak, diantaranya adalah:
- Anak akan akan terpish dari keluarganya
- anak menjadi lebih ahli tentang kejahatan.
- anak tersebut diberi cap oleh masyarakat
- masyarakat menolak kehadiran mantan terpidana anakmasa depan anak menjadi lebih suram
Dan Pada kenyatannya anak yang telah dijatuhi pidana penjara mereka justru tidak menjadi lebih baik dari sebelumnya tetapi justru akan melakukan kembali tindak pidana, maka dari sini dapat dikatakan bahwa ternyata penjatuhan pidana penjara tidaklah efektif dalam upaya menanggulangi kejahatan yang terjadi tetapi justru menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi anak.

Saran-saran

Mengingat buruknya dampak yang ditimbulkan dari pemberian pidna penjara terhadap anak maka hendaknya perlu diadakan perubahan terhadap jenis pidana yang diberikan pada terpidana anak, dimana pidana tersebut harus tetap memperhatiakn tujuan utama dan dasar dari peradilan anak yakni untuk memberikan perlindungan dan mewujudkan kesejahteraan anak serta mencegah pengulangan atas tindak pidana yang dilakukan.
Pemberian jenis pidana yang tidak bersifat penghukuman dan perampasan terhadap kemerdekaan anak merupakan alternatif pidana yang dapat dijatuhkan pada terpidana anak seperti pidana pengawasan, pembinaan, percobaan, denda, ganti rugu, kerja social maupun permohonan maaf dan teguran sehingga dengan demikian akan tercapai tujuan pemidanaan dalam menanggulangi kejahatan yang terjadi dalam masyarakat

DAFTAR PUSTAKA

Alf Ross, On Guilty, Responsibility and Punishment, Steven and Sons Ltd, 1975, London
Barda Nawawie Arief, Bunga Rampai Kebijakan hukum Pidana, Citra Aditya Bhakti, 1996, Bandung
Lili Rasidi, Filsafat Hukum Apakah hukum itu, Remadja Karya , 1988, Bandung
Madhe Sadhi Astuti, Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana, Penerbit IKIP , 1997, Malang
-------------------------, Hukum Pidana Anak dan Perlindungan Anak, Universitas Negeri Malang, 2003, malang
-------------------------, Peran Hakim Dalam Peradilan Pidana Untuk Mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum UNIBRAW, 1998, Malang.
Mulyanah Kusuma, Hukum dan Hak-hak anak, CV.Rajawali, 1986, Jakarta.
Topo santoso, Eva Achjani, Kriminologi, PT.Radja Grafindo Persada, 2003, Jakarta.
Tunggal, Setia Hadi , UU Peradilan Anak, Harvarindo, 1997, Jakarta
United Nations Standard Minimun Rules For the Administration of juvenile justice (The Beijing Rule)
UU No. 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan anak